Rabu, 16 April 2008

Panen Padi Di Atas Loteng - Kompas 14 April 08

Ingkan Harahap (54), Rabu (9/4), memanen padi di atas loteng rumahnya di Kompleks Perumahan Sumbersari Indah, Kota Bandung. Padahal, empat bulan lalu lahan loteng seluas sekitar 50 meter persegi itu gersang. Selain padi, di atas loteng itu Ingkan juga menanam sawi, cabai, labu kuning, dan kangkung.

Bersandal bakiak dan gunting tanaman ia memangkas beberapa batang padi. Padi yang dipanen langsung di injak-injak agar bulir-bulir lepas dari batang dan siap dijemur. Setampah gabah hasil panen beberapa hari sebelumnya sedang dijemur. Gabah kering tersebut sudah siap ditumbuk agar kulitnya mengelupas.

Ingkan memang bukan petani. Dia tak punya lesung kayu. Ia hanya mempunyai lesung batu. "Saya mencoba menggunakan yang ada saja. Saya alasi lesung dengan jerami agar tumbukan tidak terlalu keras dan membuat bulir beras hancur," ujar Ingkan.

Ingkan tengah mencoba menjadi petani. Alumnus Jurusan Arsitektur Institut Teknologi Bandung yang mengelola pendidikan untuk anak, Point, ini mengawali "debut" sebagai petani pada November lalu. Itu semua berawal dari sebuah obrolan dengan keluarga. Ia dan sanak saudaranya memperbincangkan tentang dunia pertanian. Dari obrolan itu, Ingkan berpikir, "Saya juga bisa menamam sendiri," katanya.

Pada bulan yang sama ia meminta bibit padi dari pengelola sawah keluarganya di Madiun, Sukiran. Sukiran datang dan memberikan ilmu bertani padi kepadanya. Sebelum pulang, Sukiran membantu Ingkan menyemai bibit padi. Beberapa hari kemudian bibit padi tumbuh. Ingkan pun memindahkannya pada puluhan polybag.

Awalnya, pertumbuhan padi terlambat. Pada masa diperkirakan sudah berbunga, padi-padi itu belum juga berbunga. Adiknya menyarankan agar ia memberikan pupuk supaya tanaman cepat berbunga. Namun, Ingkan berteguh bertani dengan kompos tanpa pupuk kimia.

Kesabarannya membuahkan hasil. Bulir padi akhirnya muncul. Sebulan setelah penanaman padi pertama, Ingkan menanam padi yang kedua di puluhan polybag lain.

"Mungkin karena sudah lebih lembab, pertumbuhan tanaman padi yang kedua lebih baik," kata Ingkan. Dalam tiga bulan padi sudah mampu dipanen bersamaan dengan padi yang ditanamnya pertama kali. Kini Ingkan memiliki hampir 100 polybag tanaman padi.

Hantu sawah
Kalau mengunjungi "sawah" di loteng rumah Ingkan, jangan heran bila mendengar suara burung. Sawah di loteng itu sudah membentuk ekosistem. Selain ada belalang dan kepik, juga terdapat burung-burung. Bahkan, ada burung yang sudah membuat sarang sebelum padinya berbunga.

Ingkan sadar burung membutuhkan makanan, tetapi ia juga ingin merasakan hasil jerih payahnya. Itu sebabnya Ingkan memasang bebegig alias hantu sawah dari baju-baju bekas. Ia membentangkan pita kaset bekas dan lonceng kaleng untuk mengusir burung.

"Saat ini berita tentang pertanian Indonesia menyedihkan terus. Salah satunya lahan persawahan makin menyusut," kata Ingkan. Dengan upaya kecil itu, Ingkan berharap, dari rumah, budaya pertanian masyarakat Indonesia bisa terus lestari.

Yenti Aprianti

Lebih lengkap lihat di sini

Jakarta Butuh 76 Juta Lubang Resapan Biopori - Kompas, 16 Februari 2008

Ir. Kamir R. Brata, penemu teknologi pembuatan lubang resapan biopori dari Institut Pertanian Bogor mengungkapkan bahwa Jakarta idealnya membutuhkan sedikitnya 76 juta lubang resapan biopori sebagai salah satu alternatif penanggulangan banjir.

Lubang resapan biopori ini menurutnya berfungsi sebagai saluran resapan air hujan yang diperlukan di Jakarta meningat sebagian besar wilayah Jakarta tanahnya telah tertutup beton-beton. Hal ini Ia ungkapkan saat memberikan pelatihan pembuatan lubang resapan biopori bagi karyawan Kompas Gramedia, Sabtu (16/2).

Selain efektif untuk menanggulangi banjir lubang biopori secara otomatis akan memelihara keseimbangan hayati dan menjaga cadangan air tanah. ”Kelembaban tanah sekarang mulai berkurang karena tanah kurang air. Liat aja kalo di rumah kita lantainya retak. Itukan salah satu akibat kelembaban tanah berkurang. Tanah jadi ambles. Jangan diangap remeh lho,” ujarnya.

Kamir menegaskan pembuatan lubang resapan biopori sebenarnya mudah dipraktekan dan bisa dilakukan oleh semua orang, namun ia menyayangkan perilaku masyarakat Indonesia saat ini masih sering berhenti pada tataran kesadaran belum pada aksi nyatanya.

Sementara itu Herwinoto, Humas Kompas Gramedia, mengungkapkan pelatihan pembuatan lubang resapan biopori ini dilaksanakan sebagai salah satu upaya agar karyawan Kompas Gramedia juga peduli lingkungan dengan mempraktekkan pembuatan lubang resapan biopori di rumah mereka masing-masing.

Pelatihan pembuatan lubang resapan biopori ini menurut Herwinoto merupakan bagian dari kampenye peduli lingkungan. Rencananya pada akhir Maret mendatang Kompas Gramedia juga akan menggelar acara lingkungan hidup bertajuk Green Fest.

Lebih lengkap lihat di sini

Lubang Biopori Cara Mudah Atasi Banjir - Kompas 16 Februari 2008

Banjir seolah telah menjadi pemandangan rutin di Jakarta. Setiap kali hujan mengguyur, sejumlah lokasi dan pemukiman penduduk di kota Jakarta sudah bisa diprediksi akan muncul genangan-genangan air.

Hal tersebut tidak lepas dari semakin minimnya daerah resapan air akibat alih fungsi menjadi pemukiman penduduk. Sebagian besar tanah di Jakarta telah tertutup oleh beton. Tidak ada lagi celah bagi air hujan diserap oleh tanah, sementara sungai yang menjadi satu-satunya tempat pembuangan air juga tidak mampu menampung air hujan.

Makin sempitnya permukaan resapan di wilayah perkotaan perlu ditanggulangi dengan memperluas permukaan peresapan vertikal ke dalam tanah. Salah satunya teknologi lubang resapan biopori (LRB) yang diperkenalkan Kamir R. Brata, Staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Institut Pertanian Bogor.

Selain mudah dibuat, LRB merupakan teknologi tepat guna yang ongkos pembuatannya murah. Setiap orang mungkin bisa membuatnya. Pada dasarnya, lubang biopori merupakan lubang vertikal ke dalam tanah yang berfungsi meningkatkan laju peresapan air hujan. Pembuatan lubang resapan biopori ke dalam tanah secara langsung akan memperluas bidang permukaan peresapan air, seluas permukaan dinding lubang.

Lubang resapan biopori ini menurut Kamir jauh lebih efektif dan efisien daripada membangun sebuah sumur resapan karena diameter lubang yang kecil akan mengurangi beban resapan, sehingga, laju peresapan air dapat dipertahankan. Pembuatannya lubang resapan biopori cukup sederhana, murah dan tidak membutuhkan lahan yang luas. Alatnyapun tergolong sederhana berupa bor hasil modifikasi Kamir R. Brata.

Lubang resapan biopori merupakan lubang silindris yang dibuat ke dalam tanah dengan diameter 10-30 centimeter , dengan kedalaman sekitar 100 centimeter atau jangan melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang tersebut kemudian diisi oleh sampah organik agar terbentuk biopori dari aktivitas organisme tanah dan akar tanaman. Sampah organik perlu selalu ditambahkan ke dalam lubang yang isinya sudah menyusut karena proses pelapukan.

Jumlah lubang resapan biopori juga tidak memakan lahan yang cukup luas menurut Kamir untuk daerah dengan intensitas hujan tinggi dan laju peresapan air sekitar 3 liter/menit maka setiap 100 meter persegi luas tanah, lubang biopori yang dibutuhkan sekitar 28 lubang. Jarak antarlubang perlu diperhatikan, minimal setiap lubang diberi jarak 30 cm. Agar lubang tidak rusak, bagian bibirnya diperkuat dengan semen.

Biaya pembuatan lubang resapan biopori ini juga relatif murah. Bor tanah untuk membuat lubang biopori hanya dibanderol Rp175.000 - Rp200.000. Biaya tersebut bisa berkurang bila 1 bor tanah dimiliki bersama oleh beberapa orang. Mau mencoba dengan alat kreasi sendiri? Silakan saja.

Lebih lengkap klik di sini

Langkah #5 (lanjutan)

Terinspirasi dengan tulisan berikut:

"Selain untuk “starter” kompos, MOL bisa juga dipakai untuk “pupuk cair” dengan cara diencerkan terlebih dahulu, 1 bagian MOL dicampur 15 bagian air. Siramkan pada tanah di sekitar tanaman. Upayakan jangan mengenai batang tanaman. Untuk ”anggrek”? Karena anggrek ini tumbuh di pakis dan akarnya menonjol, saya tidak menyarankan dengan pupuk cair MOL ini. Nanti pakisnya di makan MOL dan timbul panas yang bisa mematikan anggrek. Jadi baiknya untuk tanaman yang tumbuh di tanah saja, dan tanahnya yang disiram MOL encer."

Yang bisa dilihat di sini oleh Bpk. Sobirin

Maka saya, berinisiatif untuk membuat pupuk cair ini yang nantinya akan saya pakai untuk menyuburkan tanaman-tanaman sekitar....

Saya memakai cara yang persis sama yang dijelaskan oleh pak Sobirin. Progress akan saya update berikutnya. Semoga berhasil ya.....

Kepedulian Terhadap Lingkungan

Dalam blog ini saya mencoba untuk berceloteh tentang lingkungan. Saya bukan ahli lingkungan, tapi paling tidak saya mau melakukan sesuatu yang mengurangi kerusakan lingkungan sekitar.....
Saya tidak bisa mengubah dunia, saya hanya mencoba untuk mengubah diri sendiri, berbuat kebaikan bagi lingkungan.....